Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 30 Mei 2015

MSI Chapter VIII

     Pada perkuliahan hari ini tepatnya tangal 19 Mei 2015 untuk kesekian kalinya saya melangkahkan kaki dengan tempo cepat karena sudah terlambat. Sampai di kelas dengan keringat bercucuran faktor dari langkah kaki berjalan dari ma’had (sebutan asrama di lembaga institut islam) lantai 3 menuju lantai 3 gedung stasiun (sebutan gedung fakultas tarbiyah yang tempatnya bersebelahan dengan rel kereta api). Saya masuk ke kelas langsung mencari tempat duduk karena perkuliahan telah di mulai. Perkuliahan hari ini tanpa presentasi seperti biasanya. Dosen langsung memberi penjelasan-penjelasan. Tema yang dibahas hari ini adalah mengenai isu-isu aktual dalam studi islam dengan sub-bab Pluralisme.
     Pluralisme ialah meyakini agama yang dianut sebagai yang paling benar dan secara sosial tetap harmonis dengan kelompok atau agama yang berbeda. Dalam hubungan relasi sosial antar umat manusia membuka dua pilihan: harmoni dan konflik. Harmoni jika masing-masing pihak dapat saling memahami, mengedepankan toleransi, dan menepis berbagai prasangka negatif terhadap yang lain. Karena sesungguhnya timbulnya konflik disebabkan adanya prasangka-prasangka negatif yang belum tentu benar adanya.
     Berbagai macam konflik dapat terjadi dalam lingkup terkecil yaitu keluarga, antar tetangga, antar kampung, hingga dalam lingkup yang jauh lebih besar seperti negara.konflik juga dapat terjadi kapan saja. Terjadinya konflik dapat diatasi dengan adanya kecerdasan emosional (EQ) juga dengan kecerdasan Spritual yang mumpuni. Orang-orang yang memiliki kecerdasan emosional dan spritiual yang lebih, maka dia akan lebih dapat meminimalisir terjadinya konflik, jga dapat menjadi penengah jika terjadi konflik.
    Salah satu persoalan dalam konflik yang memperoleh perhatian khusus adalah faktor agama. Agama memang tidak hanya berkaitan dengan keyakinan, tetapi juga berkaitan dengan aspek emosionalitas, eksistensi, bahkan kehidupan seseorang. Fenomena konflik berlatar belakang agama sesungguhnya melahirkan paradoks (ketidaksamaan antara yang dicapkan dengan yang dilakukan) dalam agama sendiri.
     Pemaknaan mengenai pluralisme sangatlah beragam. Ada yang berkonotasi positif, namun tidak jarang juga yang memaknainya dengan negatif.dalam pandangan merek yang memaknai pluralisme dengan negatif, pluralisme dinilai sama dengan relativisme. Relativisme adalah pandangan yang melihat tidak ada kebenaran mutlak atas sebuah agama.
     Selain itu, ada juga yang menyamakan pluralisme dengan sinkretisme. Sinkretisme adalah sebuah paham atau keyakinan “gado-gado” yang memadukan unsur-unsur tertentu dari masing-masing agama, kemudian diformulasikan menjadi agama atau ajaran baru. Misalnya, adanya perpaduan antara ajaran agama islam dengan ajaran agama hindu yang kemudian melahirkan formula baru dengan munculnya agama sikh. Hal ini sangat berbeda dengan pluralisme karena pluralisme tidaklah menciptakan agama baru dengan memadukan sebagian unsur dari beberapa agama yang ada.
Dialog memiliki peranan yang sangat penting karena dapat membangun dan mendorong ke arah kesadaran akan pluralisme. Mengembangkan dialog dapat dilakukan dalam empat tingkatan.
1.    Dialogue of heart: rasa sebagai bersaudara sehingga memupus halangan psikologi.
2.    Dialogue of life: dialog dalam kehidupan yang kemudian menegakkan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan kemanusiaan.
3.    Dialogue of peace: dialog untuk mempertimbangkan tuhan dan manusia dalam kehidupan.
4.    Dialogue of silence: dialog dimana tuhan berbicara kepada manusia.
Untuk menghasilkan hubungan inklusif antar agama melalui dialog, ada sepuluh prinsip yang harus dipegang:
(1)    Tujuan pertama dialog adalah untuk belajar mengubah dan mengembangkan persepsi dan pengertian tentang realitas, dan kemudian berbuat menurut apa yang sesungguhnya diyakini,
(2)    Dialog antar agama harus merupakan proyek dua pihak-intern masyarakat satu agama atau antar masyarakat penganut agama yang berbeda,
(3)    Setiap peserta dialog harus mengikuti dialog dengan kejujuran dan ketulusan yang sungguh-sungguh, dan sebaliknya dia juga yakin dan percaya, bahwa mitra-mitra dialognya memiliki ketulusan dan kesungguh-sungguhan seperti yang ia miliki,
(4)    Setiap peserta dialog harus mendefinisikan dirinya sendiri.
(5)    Setiap peserta dialog harus mengakui dialog tanpa asumsi-asumsi yang kukuh dan tergesa-gesa mengenai misalnya suatu hal yang tidak dapat disetujui,
(6)    Dialog hanya bisa dilakukan antara pihak-pihak yang setara,
(7)    Dialog harus dilaksanakan atas dasar saling percaya,
(8)    Orang-orang yang memasuki arena dialog harus bersikap kritis, baik kepada dirinya sendiri maupun terdahap agama yang mereka anut,
(9)    Setiap peserta dialog akhirnya harus mencoba memahami agama mitra dialognya dari dalam,
(10)    Dalam dialog antar agama, orang tidak boleh membandingkan idealismenya dengan praktek mitra dialognya.
    Sekian sedikit uraian yang saya dapat dari perkuliahan hari ini. Semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi pembaca pada umumnya.

Selasa, 12 Mei 2015

MSI Chapter VI


                  Pertemuan perkuliahan kali ini pada hari Selasa di tanggal yang spesial 05/05/’15 berjalan seperti biasanya. Namun ada sedikit yang berbeda, presentasi kali ini ditunjuk langsung oleh Dosen untuk mahasiswa yang belum mendapatkan kesempatan maju ke depan guna pemerataan nilai.
          Setelah presentasi, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan. Hari ini pak Ngainun Na’im menerangkan beberapa poin tentang perkembangan berlangsungnya studi islam di Indonesia.
           Pertama, studi islam di Indonesia berlangsung bersamaan dengan masuknya islam di Indonesia. Islam masuk tidak hanya sekedar menyebar agama belaka tetapi juga terdapat adanya proses belajar di dalamnya. Belajar islam yang kita lakukan saat ini merupakan salah satu hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh tokoh-tokoh di masa lalu.
               Kedua, adanya pengaruh pemikiran-pemikiran Timur Tengah dan Asia Selatan. Setelah islam masuk ke Indonesia kemudian sampai ada beberapa orang dari Indonesia yang melaksanakan studi islam ke timur tengah, saat pulang kembali ke tanah air akan membawa pengaruh pemikiran di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan bermunculan adanya golongan agama seperti Muhammadiyah, NU, dan sebagainya dimana dari tiap tokohya mempunyai pemikiran yang berbeda.
               Ketiga, masa sebelum era 70’an. Masa ini disebut masa stagnan yang dimana pada masa tersebut terjadi banyak perubahan.
                Keempat, era 70’an. Dosen saya mengemukakan bahwa beliau sependapat dengan pendapat dari tokoh Nur Cholis dengan slogannya “Islam No, Islam Yes”. Pada era 70’an ini, orang tidak akan dikatakan sempurna islamnya jika belum masuk ke dalam sebuah partai islam. Masa ini kehidupan beragama cenderung berkelompok dengan partai atau golonganya dan saling mengunggulkan golongannya masing-masing. Bahkan ada yang rela bertengkar untuk membela partainya. Banyak orang yang lebih memperjuangkan formalitas islam daripada ajaran apa yang terdapat dalam Islam.
           Kelima, era 80’an. Pada masa ini perkembangan studi islam ditandai dengan banyaknya lulusan dari orang yang melakukan studi islam di Barat yang kemudian memunculkan metodologi-metodologi baru. Sebelum era 70’an, orang melakukan studi islam hanya menggunakan satu pendekatan yaitu pendekatan normatif seperti pendekatan menggunakan Al qur’an, Hadits, Turots (kajian kitab kuning). Kemudian muncul satu pendekatan baru yaitu pendekatan sosio-historis yang mana di dalam pendekatan ini mengkritisi sesuatu sesuai dengan kontekstual.
             Di sela-sela pemaparan materi di atas, ada seuntai kalimat yang inspiratif bagi saya. Untaian kalimat tersebut sebagai berikut.
“Dalam perjalanan seseorang menuju sukses tidak akan lepas dari usaha-usaha dan rintangan. Namun terdapat Tiga Kunci usaha menuju sukses yang dapat disebut sebagai Triple H:
1.    Kerja keras yang diwakili oleh tangan (Hand)
2.    Kerja Cerdas yang diwakili oleh otak (Head)
3.    Kerja Ikhlas yang diwakili oleh Hati (Heart)”
           Di atas merupakan beberapa poin catatan perkuliahan MSI pada hari kali ini. Semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya juga pada penulis tersendiri khususnya.

Kamis, 30 April 2015

MSI Chapter V



           Kembali bertemu dengan saya yang biasa disebut Nona Pesekk .. heheheh , yang tak lupa juga bertemu lagi dengan sedikit coretan-coretan saya tentang perkuliahan MSI. Langsung saja saya uraikan sedikit yang saya dapat pada pertemuan kali ini.
Hari ini hari selasa tanggal 28 April 2015, perkuliahan dilaksanakan seperti biasanya. Presentasi hasil resume dan kebetulan hari ini saya adalah salah satu orang yang beruntung ditunjuk untuk mempresentasikan apa yang telah saya resume. Yang saya presentasikan adalah tentang “Studi Islam di Timur”. Berikut sedikit saya paparkan hasil resume saya. “Hampir sama dengan yang terjadi di Barat, studi islam di negeri-negeri Timur Tengah juga bevariasi. Antara satu negara dengan negara lainnya terdapat perbedaan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Juga ada beberapa karakteristik yang khas dari masing-masing negara dan juga perguruan tinggi. Hal ini menjadikan kekayaan warna dalam studi islam di masing-masing lembaga dan negara yang juga akan semakin memperkaya warna studi islam”.
Setelah beberapa dari mahasiswa maju ke depan secara bergantian untuk presentasi dilanjutkan dengan Ujian Tengah Semester yang dilakukan dengan secara mendadak dan benar-benar menimbulkan shocking therapy effect pada mahasiswa. UTS di mulai dengan pemberian intruksi untuk mengeluarkan selembar kertas. Dilajutkan dengan pemberian 1 pertanyaan oleh dosen kemudian langsung dijawab oleh masing-masing mahasiswa di lembar jawaban. Dilanjutkan pemberian soal berikutnya dengan sistem yang sama (langsung di jawab). Beberapa menit berlalu, semua lembar jawaban di kumpulkan dan UTS berjalan dengan cukup baik. 
Semoga mendapat hasil yang memuaskan meskipun jujur mengerjakan tanpa belajar. Hehehehe.....

Minggu, 19 April 2015

MSI Chapter IV


Pada perkuliahan MSI pertemuan hari Selasa tanggal 14 April 2015 hanya ada beberapa poin saja yang dapat saya tulis, meliputi:
1.    K.H.Ahmad Dahlan dan K.H.Hasyim Asy’ari merupakan tokoh penting Indonesia yang melakukan studi Islam di Mekah.
2.    Ada suatu kalimat yang menurut saya dapat dijadikan sebagai prinsip. Kalimat tersebut adalah “ bacaan dan lingkungan kita akan membentuk kita” dan “ bacaan kita akan menentukan kita disaat sekarang maupun masa depan”
3.    Jika kita melihat sesuatu hal (misal : agama) janganlah melihat hanya dari 1 sudut pandang saja. Lihatlah dengan sudut pandang yang lebih luas (Pluralistik Approach).
4.    Sebelum Indonesia merdeka, tidak ada yang melakukan studi islam ke Barat. Yang ada hanya Studi umum. Mahasiswa pertama Indonesia yang melakukan studi Islam di Barat yaitu Prof. Rasjidi yang berhasil menyelesaikan studi dan meraih gelar doktornya di Perancis, Universitas Sorbone pada tahun 1954.

MSI Chapter III

Sikap keberagaman Intrinsik dan Ekstrinsik.
            Banyak tokoh psikolog yang bersikap kurang simpatik terhadap tokoh-tokoh agama, seperti William James, Sigmund Freud, Boisen (Anton T.Boisen).
            Namun terdapat pula psikolog yang bersifat simpatik terhadap agama. Psikolog itu adalah Gordon W.Allport. Menurut allport, ada dua macam cara beragama yaitu Ekstrinsik dan Instrinsik. Yang Ekstrinsik memandang agama sebagai sesuatu untuk dimanfaatkan, dan bukan untuk kehidupan. Orang yang beragama dengan cara Ekstrinsik melaksanakan bentuk-bentuk luar dari agama. Cara beragama semacam ini tidak akan melahirkan masyarakat yang penuh kasih sayang.
Pada yang penuh yaitu Instrinsik dianggap menunjang kesehatan jiwa dan kedamaian masyarakat, agama dipandang sebagai pengatur seluruh hidup seseorang. Cara beragama seperti ini mampu menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang.

MSI Chapter II


             Pada perkuliahan hari selasa tanggal 31 Maret 2015 dosen saya bapak Ngainun Na’im yang mengampu mata kuliah Metodologi Studi Islam menguraikan beberapa penjelasan di kelas. Namun, hanya ada beberapa yang saya tangkap dan saya catat. Beberapa hal yang menjadi sedikit goresan pena saya yaitu:
1.    Metodologi dan Metode adalah suatu hal yang berkaitan dengan sebuah penelitian.
2.    Penelitian dilakukan tidak harus di labolatorium, bisa juga dilakukan di kelas ataupun di alam bebas.
3.    Metodologi adalah ilmu tentang cara melakukan sesuatu. Sedangkan metode adalah praktik dari sebuah metodologi. Kata kunci terletak pada kata “ilmu” => teori.
4.    Dalam suatu metodologi terdapat pendekatan-pendekatan, diantaranya a) pendekatan aktif (jika objek aktif, artinya terdapat suatu hubungan timbal balik yang aktif antara observator dengan narasumber), b) pendekatan pasif (jika objek pasif, artinya narasumber hanya terkesan to the point saat menanggapi observator)
5.    Teknik adalah cara yang digunakan untuk melakukan suatu pendekatan.
6.    Salah satu keuntungan jika telah menguasai metodologi yaitu dapat mencapai tujuan dengan praktis, statis, dan sistematis dengan pencapaian waktu yang lebih cepat.
Sekian di atas adalah catatan saya saat mengikuti perkuliahan Metodologi Studi Islam. Semoga bermanfaat bagi saya dan juga pembaca. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Kamis, 16 April 2015

MSI Chapter I


A. Pengertian Studi Islam
              Istilah studi islam dalam bahasa inggris adalah islamic studies, danm dalam bahasa Arab adalah Dirasat al-Islamiyyah.
             Dalam rumusan Lester Crow dan Alice Crow menyebutkan bahwa studi adalah kegiatan yang secara sengaja diusahakan dengan maksud untuk memperoleh keterangan, mencapai pemahaman yang lebih besar, atau meningkatkan suatu keterampilan.
            Sementara menurut Mohammad Hatta mengartikan studi sebagai mempelajari sesuatu untuk mengartikan kedudukan masalahnya, mencari pengetahuan tentang sesuatunya di dalam hubungan sebab dan akibatnya, ditinjau dari jurusan yang tertentu, dan dengan metode yang tertentu pula.
             Adapun pengertian islam secara terminologis sebagaimana yang dirumuskan para ahli, ulama dan cendikiawan bersifat sangat beragam, tergantung daru sudut pandang yang digunakan. Salah satu rumusan definisi islam adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw.
Sebagai contoh, rumusan pengertian studi islam yang dibuat oleh Moh.Nurhakim. Menurut Nurhakim, penggunaan istilah studi Islam bertujuan untuk mengungkapkan beberapa maksud. Pertama, ddikonotasikan dengan pengkajian dan penelitian terhadap agama sebagai objeknya. Kedua, studi islam dikonotasikan dengan materi, subjek sebagai kajian studi islam. Ketiga, dikonotasikan dengan institusi-institusi pengakajian islam.
              Sementara Jacques Waardenburg mengidentifikasi tiga pola kerja berbeda. Pertama, pada umumnya kajian normatif agama islam dikembangkan oleh sarjana muslim. Kedua, kajian non-normatif agama islam yang dilakukan oleh intelektual muslim maupun non-muslim. Ketiga, kajian non-normatif dari sudut pandang sejarah, literatur, atau sosiologi dan antropologi budaya, dan tidak hanya terfokus pada satu perspektif saja.
 B.    Objek Studi Islam
                 Menurut Taufik Abdullah, agama sebagai sasaran kajian dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1) agama sebagai doktrin, (2) dinamika dan struktur masyarakat yang dibentuk oleh agama, (3) sikap masyarakat pemeluk terhadap doktrin.
Sedangkan menurut Moh.Nurhakim mengungkapkan beberapa aspek yang dapat menjadi obyek studi, yaitu: pertama, islam sebagai doktrin. Kedua, sebagai gejala budaya. Ketiga, sebagai interaksi sosial.
                Sementara M.Atho’ Mudzhar menyatakan bahwa ada lima bentuk fenomena agama sebagai bentuk kebudayaan. Lima hal tersebut adalah: [1] naskah-naskah (scripture) atau sumber ajaran dan simbol-simbol agama; [2] sikap, perilaku dan penghayatan para penganut atau tokoh-tokoh agama; [3] ibadah-ibadah, lembaga-lembaga, seperti sholat, haji, puasa, zakat, nikah, dan sebagainya; [4] alat-alat atau sarana peribadatan; [5] lembaga atau orgtanisasi keagamaan.

Jumat, 27 Maret 2015

Rumusan Tujuan Akhir Pendidikan Menurut Islam


Pendidikan itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan  itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah takwa dalam bentuk Insan Kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal. Tujuan akhir pendidikan itu dapat dipahami dalam firman Allah yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa; dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (menurut ajaran islam)” (Q.S. Ali Imron:102).
Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan Kamil yang mati dan akan menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan menurut Islam.
Al-Abrasyi merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi:
A.    Pembinaan akhlak;
B.    Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan di akhirat;
C.    Penguasaan ilmu;
D.    Keterampilan bekerja dalam masyarakat (lihat Al-Abrasyi, 1974:15-18).
Namun bagi Asma Hasan Fahmi (lihat Munir Mursi, 1977:17), tujuan akhir pendidikan islam dapat dirinci sebagai berikut:
a.    Tujuan keagamaan;
b.    Tujuan pengembangan akal, akhlak;
c.    Tujuan pengajaran kebudayaan;
d.    Tujuan pembinaan kepribadian.

Ciri-Ciri Manusia Ideal dalam Perspektif Islam.

Islam mempunyai perspektif tersendiri terhadap kualifikasi manusia yang dikatakan sebagai manusia ideal, meliputi:  
A.    Jasmani yang Sehat serta Kuat dan Berketrampilan.
Manusia yang Memiliki Jasmani yang Sehat serta Kuat dan Berketerampilan. Orang islam perlu memiliki jasmani yang sehat serta kuat, terutama berhubungan dengan keperluan penyiaran dan pembelaan serta penegakan ajaran islam. Islam menghendaki agar orang islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran islam (iman) adalah persoalan mental. Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan jasmani, maka kesehatan jasmani pun penting pula. Karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan islam, maka sejak permulaan sejarahnya pendidikan jasmani (agar sehat dan kuat) diberikan oleh para pemimpin islam. Pendidikan itu langsung dihubungkan dengan pembelaan islam, yaitu berupa latihan memanah, berenang, menggunakan senjata, menunggang kuda, lari cepat (Al-Syaibani, 1979:503).
Jasmani yang berkembang dengan baik haruslah kuat (power); artinya orang itu harus kuat secara fisik. Cirinya yang mudah di lihat adalah adanya otot yang berkembang dengan sempurna. Hasil yang diperoleh ialah kemampuan beradaptasi yang tinggi, kemampuan pulih (recover) yang cepat, dan kemampuan menahan letih, yaitu tidak cepat letih. Tanda yang lain ialah aktif, berpenampilan segar.
Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan juga dengan ciri lain yang dikehendaki ada pada muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah satu keterampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
B.    Cerdas serta pandai
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai. Itulah ciri akal yang berkembang secara sempurna. Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan, jadi banyak memiliki informasi. Salah satu ciri muslim yang sempurna ialah cerdas serta pandai. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui indicator-indikator sebagai berikut.
Pertama, memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi. Sains adalah pengetahuan manusia yang merupakan produk indra dan akal; dalam sains kelihatan tinggi atau rendahnya mutu akal. Orang islam hendaknya tidak hanya menguasai teori-teori sains, termasuk teknologi. Kedua, mampu memahami dan menghasilkan filsafat. Berbeda dari sains, filsafat adalah jenis pengetahuan yang semata-mata akliah. Dengan ini, orang islam akan mampu memecahkan masalah filosofis.
Perlunya ciri akliah dimiliki oleh muslim dapat diketahui dari ayat-ayat al qur’an serta hadis nabi Muhammad S.A.W. ayat dan hadis itu biasanya di ungkapkan dalam bentuk perintah agar belajar dan atau perintah menggunakan indra dan akal, atau pujian kepada mereka yang menggunakan indra dan akalnya. Sebagian kecil dari ayat Al Qur’an dan hadis tersebut adalah yang artinya “Katakanlah, samakah antara orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.(QS. Al-Zumar:9).
Dan dalam ayat yang lain disebutkan yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambanya adalah ulama.(QS Al-Fathir:28).
Ayat Al Qur’an diatas jelas menunjukkan pentingnya ilmu (pengetahuan) dimiliki orang islam, pentingnya berpikir dan pentingnya belajar.
Nabi Muhammad S.A.W. menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dengan cara belajar (lihat Al-Bukhori,I,1981:25). Jadi, kalau begitu orang islam diperintah agar belajar. Surat al-Alaq ayat 1 mengandung pengertian bahwa orang islam seharusnya dapat membaca. Ayat ini juga mengandung perintah agar orang islam belajar karena pada umumnya kemampuan membaca itu diperoleh dari belajar. Dalam Al Qur’an surat al-nahl ayat 43 tuhan menyuruh orang islam bertanya jika ia tidak tahu. Ini dapat diartikan sebagai suruhan belajar. Sabda Rasululloh S.A.W.tentang perintah belajar banyak sekali. Ini dapat dilihat umpamanya dalam shahih al-bukhori juz I. Al-bukhari menulis salah satu judul dalam kitabnya itu dengan menggunakan kata-kata al-‘ilm qabl al-qaul wa al-‘amal, yang berarti pengetahuan (perlu) sebelum berkata dan berbuat (lihat al-bukhari,I,1981:25). Judul itu menggambarkan pendapat al-bukhari bahwa belajar itu penting. Imam Al-Ghazali lebih tegas dalam hal ini; ia berpendapat bahwa belajar itu wajib bagi setiap muslim (sulayman,1964:6,20). Jadi, jelaslah bahwa islam menghendaki agar orang islam berpengetahuan. Ini adalah salah satu ciri akal yang berkembang baik. Akal yang berkembang baik itu berisi banyak pengetahuan sains, filsafat, serta mampu menyelesaikan masalah secara ilmiah dan filosofis.
Akal yang cerdas adalah karunia Tuhan. Indikatornya ialah kecerdasan umum (IQ). Kecerdasan itu, selain ditentukan oleh Tuhan, juga berkaitan dengan keturunan. Kesehatan jiwa dan fisik jelas berkaitan dengan kecerdasan tersebut. Kalau begitu, kesehatan dan kekuatan seperti yang telah diuraikan sebelum ini berkaitan juga dengan tingkat kecerdasan.
C.    Rohani yang Berkualitas Tinggi
Seperti yang telah diuraikan sebelum ini, rohani yang dimaksud disini adalah aspek manusia selain jasmani dan akal (logika). Rohani itu samar, ruwet, belum jelas batasannya; manusia belum (atau tidak akan) memiliki cukup pengetahuan untuk mengetahui hakikatnya. Kebanyakan buku tashawwuf dan pendidikan islam menyebutnya qalb (kalbu) saja. Kalbu disini, sekalipun tidak jelas hakikatnya, apalagi rinciannya, gejalanya jelas. Gejala itu diwakilkan dalam istilah rasa. Rincian rasa tersebut misalnya sedih, gelisah, rindu, sabar, serakah, putus asa, cinta, benci, iman, bahkan kemampuan “melihat” yang ghaib, termasuk “melihat” Tuhan, surge, neraka, dan lain-lain. Kata “melihat” Tuhan dan sebagainya itu sebenarnya adalah “merasakan”. Kemampuan manusia memperoleh ilmu laduni atau ilmu kasyf adalah bagian dari kerja kalbu. , kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang dapat ditangkap indra. Kekuatan akal atau pikir betul-betul sangat luas, dapat mengetahui objek yang abstrak tetapi sebatas dapat dipikirkan secara logis. Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal. Bahkan ia dapat mengetahui objek secara tidak terbatas. Karena itu, islam amat mengistimewakan aspek kalbu. Kalbu dapat menembus alam ghoib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan iman itu, menurut al-Qur’an, tempatnya di dalam kalbu. Sesuai dengan ayat Al Qur’an yang artinya “orang-orang arab badui itu berkata, kami telah beriman.katakan kepada mereka, kamu sebenarnya belum beriman; kamu seharusnya mengatakan kami telah tunduk karena sebenarnya iman itu belummasuk ke dalam hati kalian. (Al Hujurat:14).
Dalam ayat ini Tuhan menjelaskan bahwa iman itu ada didalam hati, suatu rasa tentang Tuhan. Ayat lain menyebutkan dalam surat al maidah ayat 41 Tuhan berfirman sebagai berikut yang artinya “hai, rasul, janganlah kamu di sedihkan oleh orang-orang yang segera (memperlihatkan) kafir, yaitu orang-orang yang mengatakan kami telah beriman, padahal hati mereka belum beriman.
Jadi, menurut ayat ini kata-kata iman tidaklah merupakan pertanda bahwa orang yang mengatakannya itu sudah beriman; iman itu di hati, bukan di mulut. Iman itu bukan juga di kepala. Yang ada di kepala ialah pengetahuan tentang iman, pengetahuan tentang Tuhan, tetapi yang di kepala itu bukan iman, iman itu di dalam hati. Berdasarkan uraiain ini jelaslah kalbu yang berkualitas tinggi itu adalah kalbu yang penuh berisi iman kepada Allah; atau dengan ungkapan lain kalbu yang takwa kepada Allah.
Kalbu yang penuh iman itu mempunyai gejala-gejala yang amat banyak; katakanlah rinciannya amat banyak. Kalbu yang iman itu ditandai bila orangnya shalat dengan khusyuk (al-mu’min:1-2); bila mengingat Allah, kulit dan hatinya tenang (al-zumar;23); bila disebut nama Allah, bergetar hatinya (al-hajj:34-35); bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mereka sujud dan menangis (maryam:58, al-isra’:109). Itulah ciri utama hati yang penuh iman atau takwa. Dari situlah akan muncul manusia yang berpikir dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa manusia sempurna atau ideal dalam pandangan islam ialah manusia yang hatinya penuh takwa kepada Tuhan.
Seluruh uraian tentang ciri manusia sempurna atau ideal menurut islam ini dapat diringkaskan sebagai berikut. Manusia sempurna atau idel menurut islam haruslah:
1.    Jasmaninya sehat serta kuat, termasuk berketerampilan;
2.    Akalnya cerdas serta pandai;
3.    Hatinya atau kalbunya penuh iman kepada Allah.

Tujuan Hidup Manusia dalam Perspektif Islam.

Baik disadari atau tidak, akal serta potensi yang dimiliki manusia terbatas kemampuannya. Segala sesuatu yang ada pada bumi dan alam semesta ini, baik kuantitasnya maupun proses waktu yang dijalaninya, terbatas, sesuai dengan kadar yang telah ditentukan oleh penciptanya.
Dalam segala hajatnya manusia hanya dapat mencoba, mempelajari, meneliti, memahami dan memanfaatkan sunnatulloh yang ada pada dirinya dan yang ada pada bumi dan alam semesta. Sunnatulloh tersebut tidak dapat diubah, tidak dapat ditambah dan tidak dapat dikurangi. Karena itu manusia di muka bumi ini hendaknya sadar siapa dia, dari mana dia, dan mau kemana dia. Dia tak dapat berdiri sendiri tanpa mengadakan hubungan dengan sesamanya, dengan alam sekitarnya serta dengan penciptanya. Di dalam membina kehidupan, manusia pun tidak dapat hanya mengandalkan kemampuan akalnya semata, akan tetapi harus ada bimbingan serta petunjuk dari yang menciptakannya. Karena itulah, maka Allah yang maha tahu akan kelemahan yang ada pada diri manusia, memberikan bimbingan agar dalam kehidupannya manusia selalu mengucapkan “Tunjukkanlah kami kepada jalan yang lurus”(QS. Al Fatihah:6).
Bagi mereka yang sadar akan fungsinya serta sadar dari mana dan mau kemana,  tentulah dia akan mengikuti rumusan tujuan hidup yang berasal dari penciptanya. Dia tidak akan keluar dan tidak akan menyimpang dari konsepsi yang di anugerahkan oleh Allah kepadanya semua peralatan yang ada pada dirinya dan semua fasilitas yang ada di bumi diperuntukkan Allah sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki, jika dia mau menyadarinya.
Selanjutnya tujuan hidup manusia harus bertitik tolak dari maksud dan kehendak Allah dalam menciptakan manusia, yaitu bahwa Allah menciptakan manusia tidak mengharapkan sesuatu, karena Allah adalah sumber dari segalanya. Allah tidak membutuhkan apapun dari manusia, akan tetapi sebaliknya manusialah yang benar-benar sangat membutuhkan serta menggantungkan segala kebutuhannya kepada Allah. Oleh sebab itu, maka manusialah yang sangat berkepentingan sekali untuk mendapatkan kasih sayang serta segala petunjuk dan karunia dari Allah. Keperluan manusia yang tanpa di minta sudah di sediakan serta apa yang di minta di kabulkan.
Pemberian atau karunia Allah kepada manusia sudah terlalu banyak serta tidak akan ternilai harganya menurut ukuran manusia. Oleh karena itu maka sepantasnyalah manusia mengharapkan keridhaan Allah atas segala pemberian dan karunia ini.
Jadi singkatnya, tujuan hidup manusia di muka bumi ini tiada lain hanya mengharapkan Ridha Allah saja, atau dengan istilah lain disebut mencari “mardlatillah”, baik dalam nikmat maupun dalam musibah. Karena hanya dengan Ridha-Nya lah kita bisa bertemu dengan Allah.

Pengertian dan Fungsi Tujuan Pendidikan Islam

A.    Tujuan Pendidikan Islam
Dalam adagium ushuliyah dinyatakan bahwa : “al-umur bi maqashidiha”, bahwa setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana yang ditetapkan. Adagium ini menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai, bukan semata-mata berorientasi pada sederetan materi. Karena itulah, tujuan pendidikan islam menjadi komponen pendidikan yang harus dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen-komponen pendidikan yang lain.
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Disamping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberikan penilaian atau evaluasi usaha-usaha pendidikan. Perumusan tujuan pendidikan islam harus berorientasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya, misalnya tentang: pertama, tujuan dan tugas hidup manusia. Manusia hidup bukan karena kebetulan dan sia-sia. Ia diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu (Al-Quran surat Al Imran:191). Tujuan diciptakannya manusia untuk mengabdi kepada llah SWT. Indikasi tugasnya berupa ibadah (sebagai ‘abd Allah) dan tugas sebagai wakilnya di bumi (khalifah Allah). Firman Allah yang artinya : “sesungguhnya sholatku, ibadah ku, hidup ku,dan mati ku hanyalah untuk Allah, tuhan sekalian alami.” QS. Al-An’am :162. Kedua, memerhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia , yaitu konsep tentang manusia sebagai mahkluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan, seperti fitrah,bakat, minat, sifat, dan karakter, yang berkecenderungan pada al-hanief (rindu  akan kebenaran dari tuhan)  berupa agama islam  (qs.al-Kahfi:29) sebatas kemampuan, kapasitas, dan ukuran yang ada. Ketiga,tuntutan masyarkat. Tuntutan ini baik berupa pelestarian nilai-nilai budaya yang telah melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat, maupun pemenuhan terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern. Keempat, dimensi-dimensi kehidupan ideal islam. Dimensi kehidupan dunia ideal islam mengandung nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat, serta mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat yang lebih membahagiakan, sehingga manusia dituntut agar tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki. Namun demikian, kemelaratan dan kemiskinan dunia harus diberantas, sebab kemelaratan dunia bisa menjadikan ancaman yang menjerumuskan manusia pada kekufuran. Dalam hadits disebutkan :”kada al-faqr an yakuna kufran”, kemelaratan itu hampir saja mendatangkan kekafiran. Dimensi tersebut dapat memadukan antara kepentingan hidup duniawi dan ukhrawi (QS al-qashash:77). Keseimbangan dan keserasian antara kedua kepentingan hidup ini menjadi daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negative dari berbagai gejolak kehidupan yang menggoda ketenteraman dan ketenangan hidup manusia, baik yang bersifat spiritual, sosial, kultural, ekonomi, maupun ideologis dalam hidup pribadi manusia.
B.    Fungsi Pendidikan Islam
Fungsi pendidikan islam adalah menyediakan segala fasilitas yang dapat memungkinkan tugas-tugas pendidikan islam tersebut tercapai dan berjalan dengan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung arti dan tujuan yang bersifat struktural dan institusional.
Arti dan tujuan struktur adalah menuntut terwujudnya struktur organisasi pendidikan yang mengatur jalannya proses kependidikan, baik dilihat dari segi vertikal maupun segi horizontal. Faktor-faktor pendidikan bisa berfungsi secara interaksional (saling memengaruhi) yang bermuara pada tujuan pendidikan yang diinginkan. Sebaliknya arti tujuan institusional mengandung implikasi bahwa proses kependidikan yang terjadi didalam struktur organisasi itu dilembagakan untuk menjamin proses pendidikan yang berjalan secara konsisten dan berkesinambungan yang mengikuti kebutuhan dan perkembangan manusia dan cenderung kearah tingkat kemampuan yang optimal. Oleh karena itu, terwujudlah berbagai jenis dan jalur kependidikan yang  formal, informal dan non formal dalam masyarakat.
Fungsi pendidikan islam adalah sebagai berikut  :
1.    Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat dan bangsa.
2.    Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan yang secara garis besarnya melalui pengetahuan dan skill yang baru ditemukan, dan melatih tenaga-tenaga manusia yang produktif untuk menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi.

Selasa, 24 Maret 2015

Pengenalan terhadap Mukhorij Hadits (Al-aimmah al-Sittah)

A. Pengenalan Terhadap Mukhorij Hadist
Mukhorijul Hadits adalah orang yang menyebutkan perawi hadits. Istilah ini berbeda dengan Al-Muhdits atau Al-Muhadditsin yang memiliki keahlian tentang proses perjalanan hadits, serta banyak mengetahui nama-nama perawi, matan-matan dengan jalur-jalur periwayatannya, serta kelemahan hadits.
Mukharij merupakan perawi terakhir (orang yang terakhir kali menginformasikan) dalam silsilah mata rantai sanad.
Setiap orang yang bergelut dalam bidang hadits dapat digolongkan menjadi beberapa tingkatan antara lain sebagai berikut:
1.    Al-Talib adalah orang yang sedang belajar hadits.
2.    Al-Muhadditsum adalah orang yang mendalami dan menganalisis hadits dari segi riwayat dan dirayah.
3.    Al-Hafidz adalah orang yang hafal minimal 100.000 hadits.
4.    Al-Hujjah adalah orang yang hafal minimal 300.000 hadits.
5.    Al-Hakim adalah orang yang menguasai hal-hal yang berhubungan dengan hadits secara keseluruhan baik ilmu maupun musthalahul Hadits.
6.    Amirul-Mu’minim fi Al-Hadits adalah tingkatan yang paling tinggi.
Menurut syeikh Fathuddin bin Sayyid Al-Naas , Al-Muhaddits pada zaman sekarang adalah orang yang bergelut atau sibuk mempelajari hadits baik riwayah maupun dirayah, mengkombinasikan perawinya dengan mempelajari para perawi yang semasa dengan perawi lain sampai mendalam. Sehingga ia mampu mengetahui guru dan gurunya guru perawi sampai seterusnya.

B. Mukhorij Hadits “al-Aimmah al-Sittah”
1.    Imam al-Bukhari,
2.    Imam Muslim,
3.    Imam Abu Daud,
4.    Imam al-Tirmidzi,
5.    Imam al-Nasa’i,
6.    Imam Ibnu Majah.

C.    Biografi “al-Aimmah al-Sittah”
1.    Imam al-Bukhari.
Nama aslinya adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim ibnu al-Mughiroh al-ja’fy,dijuluki dengan Abu Abdillah. Kakek beliau beragama majusi. Beliau di lahirkan di Bukhoro sebagai seorang anak yatim, pada malam hari raya puasa pada tahun 194 H = 810 M. Wafat pada tahun 256 H = 870 M.
    Pada usia 10 tahun, beliau mulai menghafal hadits, dan umur 16 tahun, beliau menghafal kitab-kitab susunan Ibnu al-Mubarok dan Waki serta melawat untuk menemui ulama hadits di berbagai kota. Imam Bukhori telah berkelana ke berbagai negri untuk mencari ilmu. Di antara guru-gurunya adalah Ahmad bin Hambal, Yahya bin Mu’in, Makki bin Ibrahim al-Balkhi.
    Beliau memiliki daya hafalan yang kuat khususnya dalam bidang ilmu hadits.Dalam masa kanak-kanak beliau telah menghafal 70.000 hadits, lengkap dengan sanadnya.

2.    Imam Muslim.
Nama lengkapnya adalah Abu al-Husein Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi. Bani qusyairi adalah kabilah arab yang cukup dikenal. Beliau lahir di Naisabur pada tahun 204 H dan wafat di Naisabur pada tahun 261 H. Imam Muslim mengunjungi berbagai negri dalam rangka menuntut ilmu, diantaranya: Hijaz, Iraq, Mesir, syam.
Sedangkan diantara guru-gurunya adalah: Yahya bin Yahya, Ishaq bin Rahawaih, Muhammad bin mahran, Ahmad bin Hambal, Imam Bukhori, al-Zuhaili.

3.    Imam Abu Daud.
Nama lengkapnya adalah Sulaiman bin al-Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin ‘Amr al-Azdi al-Sijistani, seorang Imam ahli Hadits yang sangat teliti, tokoh terkemuka para ahli ahdits setelah dua imam hadits, al-Bukhori dan Muslim.Abu Daud lahir pada tahun 202 H dan wafat pada tahun 275 H di Bashrah.
    Beliau sudah berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal ini diketahui mengingat pada tahun 221 H, beliau sudah berada di Baghdad. Kemudian mengunjungi berbagai negri untuk memetik langsung ilmu para ulama, diantaranya Hijaz, Mesir, Iraq, Aljazair. Sedangkan guru-gurunya diantaranya adalah: Abu Amr, Qonabi, Sulaiman bin Harb, Imam Ahmad bin Hambal.

4.    Imam al-Tirmidzi.
Nama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin al-Dahhak al-Sulami al-Tirmidzi.
Beliau lahir pada 209 H di kota Tirmidz dan wafat di Tirmidz pada malam senin tahun 279 H.Sejak kecil beliau sudah gemar mencari ilmu dan mempelajari hadits. Untuk keperluan inilah beliau mengembara ke berbagai negri: Hijaz, Iraq, Khurasan. Guru-guru beliau diantaranya adalah Qutaibah bin Sa’id, Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Abu Daud.
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi, dan tukar fikiran serta mengarang, pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya beliau hidup sebagai tuna netra. Dalam keadaan seperti inilah akhirnya Imam al-Tirmidzi meninggal dunia.

5.    Imam Nasa’i.
Nama lengkapnya adalah Abu Abdurrahman Ahmad bin Ali bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Qadhi. Beliau lahir di daerah Nasa’ pada tahun 215 H dan wafat di Ramlah Palestina pada hari senin tahun 303 H.
    Beliau berhasil menghafal al Qur’an di Madrasah yang ada di desa kelahirannya. Saat remaja beliau mulai gemar melakukan lawatan ilmiah keberbagai penjuru dunia.
    Beliau memburu ilmu-ilmu keagamaan, terutama disiplin hadist dan ilmu hadist. Belum genap usia 15 tahun, beliau sudah mengembara ke berbagai wilayah islam, seperti Mesir, Hijaz, Iraq, Syam, Khurasan. Diantara guru-guru beliau antara lain : Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin rahawaih, al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Daud, Imam Abu Isa al-tirmidzi.

6.    Imam Ibnu Majah.
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Rabi’i al-Qazwini. Dari desa Qazwin, Iran. Beliau lahir tahun 209 H dan wafat tahun 273 H.
Beliau melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk belajar, antara lain : Iraq, Hijaz, Mesir, Syam.



D.    Karya-Karya Mukharij Hadist “al-Aimmah al-Sittah”.
1.    Imam al-Bukhari.
Imam al-Bukhari mempunyai banyak tulisan, antara lain :
1) al-Tawarikh al-Tsalatsah al-Kabir wa al-Ausath wa al-Shaghir,
2) kitab al-Kunya,
3) kitab al-Wuhdan,
4) kitab al-Adab al-Mufrad,
5) kitab al-Dhu’afa,
6) al-Fawa’id,
7) al-Kuna,
8)al-‘llal,
9) al-Mabsuth,
10) Asyribah.
2.    Imam Muslim.
1)    Al-Jami’ al-Shahih,
2)    Kitab al-‘ilal,
3)    Kitab Auham al-Muhadditsin,
4)    Kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid,
5)    Kitab Thabaqat al-Tabi’in,
6)    Kitab al-Mukhadhramin,
7)    Kitab al-Musnad al-Kabir ‘ala Asma al-Rijal.
3.    Imam Abu Daud.
1)    Kitab al-Sunan (Sunan Abu Dawud),
2)    Kitab al-Marasil,
3)    al-Nasikh wa al-Mansukh,
4)    Fadha’il al-A’mal,
5)    Kitab al-Zuhd dan lain-lainnya.
4.    Imam al-Tirmidzi.
1)    Kitab al-Jami’, terkenal dengan Sunan al-Tirmidzi,
2)    Kitab al-‘Ilal,
3)    Kitab al-Tarikh,
4)    Kitab al-Syama’il al-Nabawiyyah, dan lain-lainnya.
5.    Imam Nasa’i.
1)    al-Sunan al-Kubra,
2)    al-Sunan al-Sughra (kitab ini bentuk perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra),
3)    al-Khashais,
4)    Fadha’il al-Shahabah,
5)    al-Manasik, dan lain-lainnya.
6.    Imam Ibnu Majah.
1)    Kitab al-Sunan,
2)    Kitab tafsir al-Qur’an, sebuah kitab tafsir yang besar manfaatnya seperti diterangkan Ibnu Katsir,
3)    Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa shahabat sampai masa Ibnu Majah,